BAB
1
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Mempelajari
ayat ayat qur’an dengan tahapannya sehingga dapat menentukan waktu serta tempat
turunnya dan, dengan bantuan tema surah atau ayat, untuk menentukan apakah
sebuah seruan itu termasuk makky atau madany, ataukah iya merupakan tema tema
yang menjadi titik tolak dakwah di makkah atau di madinah.
Yang terpenting dipelajari dalam pembahasan ini ialah: 1) yang di turunkan di
makkah 2) yang di turunkan di madinah 3) yang di perselisihkan. Inilah macam
macam ilmu qur’an yang pokok, berkisar di sekitar makky dan madany oleh
karenanya di namakan “ilmu makky dan madany”.
Makalah ini kami buat supaya pembaca mengetahui perbedaan surat makkiyah dan
madany, mengetahui ciri cirri al makkiyah dan al madaniyah, selanjutnya
mengetahui faedah al makkiyah dan al madaniyah.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Makkiyah dan Madaniyah
2. Ruang lingkup pembahasan Makkiyah dan Madaniyah
3. Metode membedakan ayat Makkiyah dan Madaniyah
4. Ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah
5. Urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
6. Faedah mempelajari Makkiyah dan Madaniyah
BAB
2
PEMBAHASAN
1. Pengertian Makkiyah Dan Madaniyah
Pembedaan makkiyah dan madaniyah
sangat mendapat perhatian dari para ahli ilmu al-qur’an disebabkan korelasi ayat
makkiyah dan madaniyah menimbulkan konsekuensi hukum syariah. Apabila ayat
hukum itu turun di makkah maka akan terhapus hukumnya oleh ayat-ayat yang
diturunkan di madinah. Konsekuensi ini menuntut para ahli untuk berupaya
menentukan setepat mungkin masalah makkiyah dan madaniyah. Maka para ahli ilmu
al-qur’an berbeda pendapat dalam menentukan defenisi makkiyah dan madaniyah
terdapat empat pendekatan dalam mendefinisikan makkiyah dan madaniyah
Pertama : pendekatan historis (mulahadzatu zamanin nuzul) yaitu
: teori yang berorientasi pada sejarah masa turunnya wahyu. Ulama
mendifinisikan makkiyah adalah ayat yang diturunkan di makkah sekalipun
turunnya setelah hijrah, sedangkan madaniyah adalah ayat yang turun di madinah.
Kedua : pendekatan
geografis (mulahadzatu makanin nuzul) teori ini berorientasi pada tempat
turunnya ayat. Maka ayat makkiyah ialah ayat yang turun di makkah dan
sekitarnya seperti mina dan arafah atau hudaibiyah. Sedangkan madinah : ayat
yang turun di madinah dan sekitarnya seperti uhud, quuba dan salwa.
Ketiga : pendekatan obyek
(mulahadzatul mukhotobin fin nuzul) teori ini berorientasi kepada obyek yang
ditunjukkan oleh ayat. Maka makkiyah ialah ayat yang ditunjukkan bagi
orang-orang makkah. Menurut pendapat ini bahwa firman allah yang menyeru kepada
seluruh manusia : ya ayyuhannas adalah makkiyah. Sedangkan ayat yang
ditunjukkan kepada orang-orang mukmin : ya ayyuhalladzina aamanuu adalah
madaniyah.
Keempat : pendekatan
konstektual (mulahadzatu maa tadammanathu assuratu), teori ini berorientasi
kepada kandungan ayat maupun surat termaksud. Dengan demikian setiap surat
mengandun kisah-kisah lama, konsep tauhid, suri tauladan dan semacamnya
termasuk makkiyah, sedangkan yang mengandung pembentukan masyarakat, hukum,
ekonomi, dan semacamnya termasuk madaniyah.[1]
2. Ruang Lingkup Pembahasan Makkiyah Dan Madaniyah
Pembahasan tentang makkiyah dan
madaniyah mulai diklasifikasikan untuk menetapkan periode hukum. Sehingga dapat
diambil kesimpulan yang tetap dalam menentukan hukum fiqih, ijtihaj, maupun
pemikiran hukum yang dikandung ayat-ayat al-qur’an.
Ruang lingkup pembahasan ini
merupakan dasar-dasar umum dari usaha para ulama untuk memperlajari ayat-ayat
makkiyah dan madaniyah, sehingga ilmu ini dinamakan ilmu makkiyah dan
madaniyah. Mengenai ayat-ayat yang turun di makkah, madinah dan tempat yang
berada disekitar dua tempat tersebut maupun yang diperdebatkan diantara
keduanya lebih tepat dalam pembahasan ini. Jumlah surat al-qur’an 114 surat 20
diantaranya madaniyah, terdapat 82 surat yang kesemuanya makkiyah, sedangkan
yang dipertentangkan 12 surat.
Yang termasuk surat-surat
madaniyah terdapat 20 surat :
1. al-baqarah 2. Al-imran 3. An-nisa 4. Al-maidah
5. An-anfal 6. At-taubah 7. An-nur 8. Al-ahzab 9. Muhammad 10. Al-faht 11.
Al-hujurat 12. Al-hadied 13. Al-mujadalah
14. Al-hasyr 15. Al-mumtahanah 16. Al-jumah 17. Al-munafiqun 18. At-thalaq
19. At-tahriem 20. An-nashr.[2]
3. Metode Membedakan Ayat Makkiyah Dan Madaniyah
Para
Ulama’ membuat dua pedoman dasar dalam membedakan ayat-ayat diatas, sbb :
1. Pedoman samai naqli (pemindahan riwayat). 2. Pedoman qiyas
ijtihadi (mengambil contoh untuk dijadikan analogi dengan dasar
ijtihad yang dikemukakan).
Pedoman pertama didasarkan atas riwayat shahih dari para sahabat
yang hidup dan mempelajarinya pada saat turunnya wahyu itu, atau para tabi’in
yang mempelajari Al-Qur’an dari para sahabat dan mendengarnya dari mereka
tentang hal ikhwal turunnya wahyu itu. Kebanyakan ayat-ayat yang diturunkan di
makkah dan madinah diketahui mereka.
Pedoman kedua didasarkan pada kekhususan ayat-ayat makiyyah dan
ayat-ayat madaniyah. Apabila dalam satu surat makkiyah terdapat spesifikasi
ayat madaniyah maka disebut madaniyah ataupun sebaliknya. Metode ini dikenal dengan metode qiyas ijtihadi.[3]
4. Ciri-ciri Makkiyah dan
Madaniyah
Para ulama menetapkan
surat-surat makkiyah dan madaniyah, mereka mengambil kesimpulan analogis dari
setiap ayat-ayat tersebut yang menjelaskan tentang kekhususan ushlub dan topic
yang ia miliki, serta menyusun pula undang-undang penentuan Makkiyah dan
Madaniyah serta keistimewaannya masing-masing.
Ciri-ciri Makkiyah :
1. Setiap surat didalamnya terdapat ayat sajdah maka ayat tersebut
makkiyah
2. Setiap surat yang lafadnya terdapat kalimat (كلا)
maka surat itu Makkiyah, dan disebutkan sama sekali kecuali dipertengahan akhir
dari Al-Qur’an. Dan ia disebutkan 33 kali dalam 15 surat
3. Setiap surat yang didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan
ummat terdahulu maka ia disebut makkiyah selain Al-Baqarah
Ciri-ciri madaniyah :
1. Setiap surat yang menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum
maka disebut madaniyah.
2. Setiap surat yang didalamnya terdapat penyebutan orang munafik
maka ia madaniyah selain surat al-Ankabut sesungguhnya surat itu makkiyah.
3. Setiap surat yang didalamnya terdapat pertentangan ahli kitab
adalah madaniyah.[4]
5. Urgensi Ilmu Makkiyah dan Madaniyah
Kita melihat bahwa umat islam berusaha menjaga keagungan dan keabadian risalah
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, risalah yang dibawanya merupakan ajaran
yang membawa kesadaran para pemikir disetiap zaman. Telaah tentang Makkiyah dan
Madaniyah sangat dibutuhkan sekali. Berangkat dari kesadaran ini, maka kemudian
para ulama merincinya satu persatu ayat demi ayat, surat demi surat, untuk
menertibkannya sesuai dengan masa turunnya, dengan tetap memperhatikan kondisi
sejarah, masa, tempat, dan obyek yang ditunjukknya. Mereka memperhatikan masa
diturunkannya maupun tempatnya. Ada kalanya mereka mengumpulkan data-data itu
sesuai dengan masa, tempat dan penunjukkannya. Sungguh suatu kerja yang patut
dipuji, para ulama telah memberikan telaah yang komperehensif dan representatif
dalam bidang ini.[5]
6. Faedah Mempelajari Makkiyah Dan Madaniyah
1. Sebagai satu petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an : karena
mengetahui tempat turunnya Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya
dengan penafsiran yang benar, meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak
pada sebab-musababnya.
2. Mengetahui strategi dakwah rasulallah dan mengamalkannya untuk
mengembangkan dakwah dimasyarakat. Bahwa strategi defensif tidak selalu
merupakan kekalahan dalam memperjuangkan kebenaran, sebaliknya strategi ofensif
membuktikan bahwa manusia mampu menciptakan revolusi moral yang mencengankan.
3. Membantu pengembangan wacana tafsir Al-Qur’an dengan baik dan
benar. Karena dengan mengetahui pembahasan ini mufassir akan merasa ikut
terbawa dengan gaya bahasa yang dipakai dalam ayat-ayat makkiyah yang
menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Allah sebagai bukti tauhidullah dan ayat-ayat
madaniyah yang menjelaskan hukum secara definitif dan gaya bahasanya yang
tegas.
4. Mengetahui hukum-hukum yang turun terakhir kali sehingga dapat
mengetahui kedudukan nasikh dan mansuf serta dapat mengambil keputusan hukum
yang baik dan benar.
5. Usaha menggali sedalam mungkin suri tauladan dan akhlakul
karimah rasulullah dari setiap ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada
beliau. Karena mempelajari masa turunnya wahyu kepada rasulullah merupakan
upaya mempelajari perjalanan dakwah beliau dari kota makkah sampai kota
madinah, hingga akhir hayat beliau. Ini juga merupakan salah satu metode dakwah
kepada umat manusia, agar mereka benar-benar yakin akan firman Allah yang
diturunkan kepada nabi supaya mereka meyakini bahwa Al-Qur’an adalah sumber
asasi dalam dakwah yang mereka lakukan.[6]
6. Untuk di jadikan alat bantu dalam menafsirkan qur’an, sebab
pengetahuan mengenai tempat turun ayat tersebut dan menafsirkannya dengan
tafsiran yang benar, sekali pun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum
lafadz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal itu seorang penafsir dapat
membedakan antara ayat yang nasikh dengan yang mansukh bila di antara kedua
ayat terdapat makna yang kontradiktif. Yang datang kemudian tentu merupakan
nasikh atas yang terdahulu.
7. Mengetahui sejarah hidup nabi melalui ayat-ayat qur’an, sebab
turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dengan segala
peristiwanya, baik pada periode Makkah maupun periode Madinah, sejak permulaan
turun wahyu hingga ayat terakhir di turunkan. Qur’an adalah sumber pokok bagi
hidup Rasulullah dan umatnya.[7]
BAB
3
KESIMPULAN
IV. KESIMPULAN
Di era sekarang, banyak masyarakat membaca Al-Qur’an tanpa
mengetahui apakah itu ayat makkiyah atau ayat madaniyah, perbedaan ayat
makkiyah dan madaniyah terdapat pada tempat turunnnya, kapan turunnya,
dan fungsi turunnya ayat tersebut. Al-Makkiyah adalah surat yang diturunkan di
Mekkah sebelum hijrah dan didalamnya menceritakan kisah-kisah Nabi dan ummat
terdahulu, sedangkan Al-Madaniyah diturunkan di madaniyah setelah hijrah nabi
Muhammad dan didalamnya menerangkan tentang kewajiban dan sanksi hukum. Salah
satu faedah mengetahui Al-makkiyah dan Al-madaniyah adalah Sebagai satu
petunjuk dalam menafsirkan Al-Qur’an : karena mengetahui tempat turunnya
Al-Qur’an membantu pemahaman ayat dan tafsirnya dengan penafsiran yang benar,
meskipun hal ini membantu secara umum saja tidak pada sebab-musababnya.
V. PENUTUP
Demikian makalah ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme
dari pembaca yang sudi menelaah dan mngimplementasikan isi makalah ini. Saran
konstruktif tetap kami harapkan sebagai bahan perbaikan. Sekian.
DAFTAR PUSTAKA
Hamid,
Shalahuddin, Study Ulumul Qur’an, Jakarta selatan: intimedia
ciptanusantara, 2002.
Mudzakir
AS., STUDI ULUMUL QUR’AN , Surabaya: CV. Litera Antar Nusa, 2012
Anas, Idhoh, kaidah kaidah ulumul
qur’an, Pekalongan: Al-Asri, 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar