Kamis, 16 Juli 2020

Sanad Nasab Pendiri Ponpes Al Hidayah Karoya

 

SILSILAH KH. ISMAIL
(KAROYA CIBATU GARUT)
:
KH. ISMAIL (Ajengan Ene/ Apa Amang) -->
ACAH + ABU HASAN (Sawah Bera Ds. Ciluluk Kec. Cikancung Kab. Bandung) -->
NURSA’AD + EMES (Cicalengka Kab. Bandung) -->
EMBAH NURYAYI (Suci, Kab. Garut) -->
EMBAH NYIMAS NURKILAH + EMBAH NURMA’IN -->
TUBAGUS SYARIFUDIN + NYIMAS NURKASIH -->
SYEKH ABD. MAHASEN  ZAINAL ABIDIN -->
SYEKH MAULANA MANSYURUDDIN (Cikadueun) -->
SYEKH ABDUL FATAH TIRTAYASA -->
SYEKH ABDUL MA’ALI AHMAD -- >
SYEKH ABDUL MAFAHIR -->
SYEKH MAULANA MUHAMAD -->
SYEKH MAULANA YUSUF -->
SYEKH MAULANA HASANUDDIN -->
SYEKH SYARIF HIDAYATULLOH (SUNAN GUNUNG JATI) -->
SYEKH SYARIF ABDULLOH -->
SYEKH ALI NURALIM -->
SYEKH JAMALUDIN HUSEN AL AKBAR -->
SYEKH AHMADSYAH JALALUDIN -->
SYEKH ABDUL HONI -->
SYEKH ABDUL MULKI -->
SYEKH ALWI AMIR FAQIH -->
SYEKH MUHAMAD SOHIBUL MUROBAT -->
SYEKH ALI AL GOZAM -->
SYEKH MAWI -->
SYEKH MUHAMMAD -->
SYEKH ALWI -->
SYEKH UBAIDILLAH -->
SYEKH AL MUHAJIR -->
SYEKH ISA AL BASORI -->
MUHAMAD AN NAKIB -->
SYEKH ALI URSIDI KOSIM KAMIL -->
SYEKH JAFAR SODIQ -->
MOHAMAD BAKIR -->
ALI ZAINAL ABIDIN -->
SAYYIDINA HUSEN SAYYIDAH
FATIMAH AZ ZAHRAA R.A. -->
KANGJENG NABI MUHAMMAD S.A.W
Keterangan : --> = putra/
putri dari
SUMBER : "GARIS BESAR
KETURUNAN NYIMAS
NURKILAH DAN EMBAH
NURMA'IN (CIEUNDEUR,
WARUNG KONDANG KAB.
CIANJUR)" MUCHTAR
EFENDI, 1997

Minggu, 12 April 2020

makalah nasakh mansukh karya mahasisiwa MBS


                                      NASIKH MANSUKH
          Di susun untuk memenuhi salah satu tugas  kelompok                                                                                                                         
                                       Pada mata kuliah Ulumul Qur'an
                                                           Dosen pengampu:
                                                                  Dani Ramdani, m.pd.



























                                                                     Di susun oleh:
                                                                       Wildan
                                                            Nenden
                                                    Momo M. Maulud
                                                       Faturrohman
                                      MANAJEMEN BISNIS SYARI'AH
     SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH                       
                NAHDLATUL ULAMA GARUT (2020 M/1441 H)
                                                           KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Alloh SWT. Berkat Rahmat dan limpahan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa ada hambatan, Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah U'lumul Qur'an di STIEBS NU GARUT.
Semoga makalah ini dapat memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan, dan mahasisawa dapat memahami dengan benar apa itu nasikh mansukh. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna 9dan masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami meminta kepada dosen pembing-bing untuk memberi masukan perbaikan untuk pembuatan makalah selanjutnya nya.
Semoga makalah ini bermanfaat khususnya untuk kami penulis, dan umum-nya untuk pembaca.













                                                               DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR .............................................................,..........................II
2. DAFTAR ISI................,....................................................................................III
3. BAB  PENDAHULUAN.....................................................................................1
     A. LATAR BELAKANG....................................................................................1
     B. RUMUSAN MASALAH.............,..................................................................1
     C. TUJUANNPENULISAN...............................................................................2
4. BAB II PEMBAHASAN ..........................,.........................................................3
     A. PENGERTIAN NASIKH MANSUKH...........................................................3
     B. PENDAPAT ULAMA TENTANG NASIKH DALAM ALQUR'AN.................5
      C. MACAM-MACAM NASIKH..............................................................................................5
      D . HIKMAH MEMPELAJARI NASIKH MANSUKH..................................,...............,.........7
5. BAB III PENUTUPAN ...........................................................................................................8
    KESIMPULAN...................,..,.................................................................................................8
     DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................9








                                                                         BAB I
                                                          PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an sejak pertama kali diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini mempunyai visi dan misi yang tetap. Hanya saja, semangat al-Qu’ran itu bisa saja berbeda, ketika ditangkap oleh obyek yang berbeda pula, sehingga pemahaman seseorang terhadap al-Qur’an pun dapat saja tepat atau kurang tepat.Hal ini terjadi karena respon seseorang terhadapal-Qur’an pada kurun waktu tertentu akan berbeda dengan respon seseorang yang hidup pada kurun waktu lainnya.
Pemahaman seseorang terhadap suatu teks al-Qur’an sangat ditekankan pada faktor ekstern yakni pada penguasaan terhadap ilmu-ilmu baru yang relevan yang terkait dengan teks al-Qur’an yang dimaksud. Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi dalam Tafsir al-Mufassirun menjelaskan setidaknya ada lima belas ilmu-ilmu bantu yang harus dikuasai oleh seseorang guna memahami teks al-Qur’an, salah satu di antaranya adalah ilm nasikh wa al-mansukh.[1]
Sehingga fenomena naskh yang keberadaannya diakui oleh ulama, merupakan bukti besar bahwa ada dialetika hubungan antara wahyu dan realitas. Bahwa banyak sekali realitas kehidupan yang tidak sesuai dengan realitas kehidupan pada saat wahyu diturunkan. Sama halnya ketika dalam sebuah negara/lembaga yang mengeluarkan beberapa aturan yang kemudian setelah aturan tersebut diberlakukan muncul sebuah masalah yang tidak sesuai dengan keadaan atau kondisi awal. Maka dikeluarkanlah aturan yang baru menggantikan aturan-aturan lama. Dengan demikian aturan yang terbaru menggantikan atau me naskh aturan lama.[2]


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1.      Apakah pengertian dari nasikh mansukh?
2.      Bagaimana pendapat ulama mengenai nasakh dalam al-Qur’an?
3.      Apa saja macam-macam nasikh mansukh?
4.      Apa  hikmah dari mempelajari nasikh mansukh?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian nasikh mansukh
2.      Untuk mengetahui pendapat ulama mengenai nasakh dalam al-Qur’an
3.      Untuk mengetahui macam-macam nasikh mansukh
4.      Untuk mengetahui manfaat dari mempelajari nasikh mansukh



















                                                                       BAB II
                                                 PEMBAHASAN
A.     Pengertian Nasikh mansukh
    Ilmu nasikh dan mansukh adalah ilmu yang membahas ikhwal penasakhan (penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan hukum Alqur’an. Belum ada kesepakatan di antara para ulama mengenai pengertian nasakh, baik menurut bahasa ataupun istilah, sehingga  ada beberapa pengertian.
  Empat macam arti "nasikh" menurut bahasa diantaranya:
1.  Al-Izaalah Wal I’daam (menghapus atau meniadakan)
nasikh itu berarti menghapuskan sesuatu atau menghilangkannya. Contohnya, seperti : uban itu telah menghilangkan kemudaan, matahari itu telah menghilangkan bayangan/ kegelapan.
2. At-tahwillu Ma’a Baqaa’fi Nafsihi ( Memindahkan sesuatu yang tetap sama )
nasikh itu berarti memindahkan suatu barang dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja. Contohnya, seperti kalimat: Para siswa itu saling/ sering berpindah dari satu sekolah ke sekolah lain,
3.  An-Naqlu Min Kitaabin Ilaa Kitaabin (menyalin atau mengutip)
nasikh diartikan dengan menyalin/ mengutip tulisan dari satu buku ke dalam buku lain, dengan tetap adanya persamaan antara salinan/ kutipan dengan yang disalin/ dikutip. Contohnya, seperti kalimat: saya menyalin pelajaran itu. Salinan pelajaran itu tentu sama dengan yang disalin.
4.  At-Taghyir wal Iqaamatisy sya’i Maqaamahu (mengubah dan membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya)
nasikh itu diartikan dengan mengubah sesuatu ketentuan/ hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, diganti dengan hukum baru yang lain ketentuannya.
        Beberapa perbedaan pendapat ulama memaknai nasikh menurut istilah, diantaranya:
1.  Nasikh secara umum
1.  Nasakh secara umum, yaitu:
النسخ البطال حكم مستفاد من نصسا بق بنص لا حق
Masalah adalah membatalkan hukum yang diperoleh dari nash (ketentuan dalil) yang pertama, dibatalkan dengan ketentuan nash yang datang kemudian.
 2.  Definisi nasikh secara singkat, yaitu:
النسخ رفع حكم الشرعي بد ليل شرعي
Nasakh adalah menghapuskan hukum syara' dengan memakai dalil syara' juga.
Contohnya:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور الافزورها
Saya telah melarang kalian ziarah kubur. Perhatikan, (sekarang) kalian boleh berziarah kubur itu.
3.  Definisi nasikh secara lengkap, yaitu:
اليه رفع الحكم الشرعي بدليل شرعي مع التراخي على وجه أولاه لكان الحكم الاول ثابثا
Masalah adalah menghapuskan hukum syara' dengan memakai dalil syara' dengan adanya tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama itu akan tetap berlaku.
         Definisi yang ketiga inilah yang tepat  dan lengkap. Ungkapan itu tepat sebagai definisi nasakh karena yang demikian itu nasakh. Tidak seperti definisi pertama, yang masih terlalu umum sehingga kurang terarah dan tidak pula seperti definisi kedua yang terlalu singkat, kurang jelas, sehingga tidak lengkap.
4.  Definisi nasikh yang salah, seperti yang diberikan sebagai ulama yang kurang setuju adanya nasikh.
اليه رفع عموم النص السا بق أو تقييد مطلقه بالاتصال اللا حق
Nasakh adalah membatasi keumuman nash yang terdahulu atau mengqayidi/ menetukan arti lafal mutlaknya dengan nash yang kemudian.
      Sedangkan Mansukh menurut bahasa, berarti sesuatu yang dihapus/ dihilangkan/ dipindah ataupun disalin/ dinukilkan. Sedangkan menurut istilah para ulama, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang datang kemudian.
      Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.
B. Beberapa pendapat tentang nasikh dalam Al-Qur'an.

1. Nash Sunnah yang dinukil secara mutawatir, sebagaimana cara Al-Qur’an dinukil. Apakah nash Al-Qur’an boleh dinasakh dengan nash Sunnah jenis ini? Syaikh Ali Bin Ubaidillah telah menceritakan dua buah riwayat yang berasal dari Ahmad. Dalam riwayat itu disebutkan, kalau Ahmad telah berkata bahwa pendapat yang masyhur menyebutkan kalau nash Al-Qur’an tidak boleh dinasakh dengan nash Hadits mutawatir. Pendapat inilah yang dianut oleh Ats-Tsauri dan Asy-Syafi’i.
Sedangkan riwayat kedua dari Ahmad menyebutkan kalau nash Al-Qur’an bisa dinasakh dengan nash Hadits mutawatir. Pendapat ini telah dianut oleh Abu Hanifah. Malik berkata bahwa dalil untuk riwayat pertama  dari Ahmad, yang menyatakan nash Al-Qur’an tidak bisa dinasakh dengan nash Hadits mutawatir. Allah SWT berfirman dalam Qs.Al Baqarah:106 yang artinya:
“Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya”.
Sedangkan dalil yang berasal dari Hadits Rasulullah SAW adalah yang telah dinukil oleh Ad-Daruquthni dari riwayat Jabir bin Abdullah, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Perkataanku tidak bisa dibuat menasakh Al-Qur’an. Al-Qur’anlah yang dapat saling menasakh antara yang satu dengan yang lain”
Pertimbangan lain kalau nash mutawatir tidak bisa menasakh Al-Qur’an adalah dilihat dari segi maknanya. Bisa dikatakan bahwa Sunnah memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan Al-Qur’an. Nasakh itu pada hakekatnya adalah sebuah upaya untuk menerangkan nash yang dinasakh. Dengan demikian makna ayat Al-Qur’an diatas sesuai dengan hakikat nasakh itu sendiri, yakni menerangkan hukum yang sebelumnya telah diturunkan kepada unat manusia.[4]
 2. Nash Sunnah yang dinukil secara ahad. Jenis nash Sunnah ini tidak bisa dipergunakan untuk menasakhkan Al-Qura’an, karena Hadits ahad tidak berkonsentrasi hukum qath’i (pasti), namun hanya menimbulkan hukum yang bersifat zhann. Dan Al-Qur’an berkonsekuensi pada hukum qath’i. Sedangkan argumen yang dipergunakan kelompok ulama yang megatakan boleh menasakh nash mutawatir dengan nash ahad adalah kisah penduduk Quba’ yang berani merubah arah kiblat ketika mereka hanya mendengar informasi dari salah seorang sahabat. Untuk mengomentari pendapat ini maka perlu diberi penjelasan sebagai berikut. Sebenarnya kiblat yang menghadap Baitul Maqdis tidak ditetapkan di dalam Al Qur’an. Oleh  karena itu hukum menghadap kiblat ke arah tersebut boleh di nashkan  meskipun hanya dengan ahad.

C. Macam-macam Nasikh
1.      Nasikh Al-qur’an dengan Al-qur’an
يا ايها الذين ينتمون ءامنو اذا ناجيتم الرسول فقدموا بين يدي نجواكم صدقة
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)" .(al-Mujadilah:20)
Ayat ini menunjukkan kewajiban shadaqah bagi yang mampu sebelum berbisik-bisik dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ayat ini dimansukh ayat berikutnya yang menghapuskan kewajiban tersebut. Lihat hal ini dalam Tafsir Ibnu Katsir. Allah Azza wa Jalla firmanNya :
ءاشفقتم أن تقدموا بين يدي نجواكم صدقات فلذلك تفعلوا وتابع الله عليكم فاقيموا الصلاة واتقوا الزكاة واطيعوا الله ورسوله والله خير بما تعلمون .ُ
"Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". [Al Mujadilah:13]
2.  Nasikh Al-qur’an dengan Sunnah Rasul SAW.
a.      Nasakh Al-qur’an dengan hadits ahaad (bila yang meriwayatkan tidak mencapai jumlah/ taraf hadits mutawatir).
b.      Hadits Mutawatir : bila yang meriwayatkan banyak sehingga menurut pendapat umum, bahwa mereka tidak mungkin bersepakat dusta.
3.   Nasikh Sunnah Rasul SAW dengan Al-Qur’an:
a.      Peralihan menghadap kiblat dalam shalat dari Baitul Maqdis sesudah berjalan satu tahun ke Masjidil Haram
b.      Menasikhkan wajib puasa ‘Asyura dengan puasa ramadhan
4.   Nasikh sunnah dengan Sunnah Rasul SAW :
a.      Nasikh khabar ahaad dengan khabar ahaad, boleh
b.      Nasikh khabar ahaad dengan mutawatir, boleh
c.      Nasikh mutawatir dengan khabar ahaad, tidak boleh (menurut Jumhur)
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها.
"Dahulu aku melarang kamu berziarah kubur, maka sekarang hendaklah kamu berziarah (kubur)".(HR. Muslim, no:977)

D. Hikmah mempelajari nasikh mansukh
Adanya nasikh-mansukh tidak dapat dipisahkan dari sifat turunnya al-Qur’an itu sendiri dan tujuan yang ingin dicapainya. Turunnya kitab suci Al-Qur’an tidak terjadi sekaligus, tapi berangsur-angsur dalam waktu 20 tahun lebih.
      Al-Maraghi secara lebih tegas mengemukakan hikmah adanya nasakh dalam al-Qur’an. Ia menyatakan bahwasannya, hukum-hukum tidak diundangkan kecuali untuk kemashlahatan manusia, dan hal ini dapat berubah atau berbeda, akibat perbedaan waktu dan tempat, sehingga apabila ada suatu hukum yang diundangkan pada suatu waktu karena adanya kebutuhan tersebut, maka hal ini merupakan suatu tindakan bijaksana apabila ia dinasakh dan diganti dengan hukum yang sesuai dengan kebutuhan berikutnya. Dengan demikian, maka akan menjadi lebih baik dari hukum semula, atau setidaknya sama dengan hukum yang dinasakh dari segi manfaatnya bagi hamba-hamba Allah.[18]
Adapun manfaat mempelajari nasikh dan mansukh dalam al-Qur’an secara terperinci sebagai berikut.
1.      Memelihara kepentingan hamba dan kemaslahatan hamba.
2.      Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
3.      Perkembangan tasyri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi umat manusia.
4.      Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengundang kemudahan dan keringanan.[19]
5.      Menunjukkan bahwa syariat Islam yang diajarkan Rasulullah adalah syariat yang paling sempurna, yang telah menghapus syariat-syariat dari agama sebelumnya. Karena syariat Islam telah mencakup ajaran-ajaran sebelumnya.
6.      Untuk menguji umat Islam dengan perubahan hukum, apakah dengan perubahan ini mereka masih taat atau sebaliknya.[20]
7.      Agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur. Sebagaimana perkataan Ali r.a kepada seorang hakim. Yang artinya: Diriwayatkan, Ali pada suatu hari melewati seorang hakim lalu bertanya: Apakah kamu mengetahui Nasakh dan Mansukh? “tidak” jawab hakim itu, maka kata Ali “celakalah kamu, dan kamu mencelakakan orang lain.”[21]

                                                         BAB III
                                                     PENUTUP
                                                   Kesimpulan

Nasakh adalah pembatalan, pengahapusan, atau penghilangan hukum setelah datang hukum yang kemudian. Nasakh mempunyai syarat-syaratnya, salah satu syarat nasakh yang di-nasakh adalah hukum syara’, yaitu hukum yang bersifat alamiah, bukan dalil akal dan bukan pula yang menyangkut akidah.
Nasakh terbagi menjadi berbagai macam-macam bagian. Di antaranya, nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an, nasakh al-Sunnah dengan al-Qur’an, nasakh al-Sunnah dengan al-Qur’an, dan nasakh al-sunnah dengan al-Sunnah.
Para ‘ulama berbeda pendapat mengenai nasakh. Ada yang mengatakan bahwa nasakh diperbolehkan dalam al-Qur’an, ada juga yang mengatakan bahwa nasakh tidak diperbolehkan dalam al-Qur’an. Untuk menetapkan kesimpulan mengenai nasakh ini, para pembaca bisa melihat argument (pendapat) melalui mencari bukti-bukti, atau langsung meneliti mengenai teori nasakh.
Dari hasil eksplorasi (penggalian) mengenai teori nasakh, tujuannya bukan hanya untuk mengetahui teori.Tapi juga untuk menjawab problematika hukum yang diistinbatkan (ditetapkan) dalam masyarat.Tentunya penetapan Istinbat hukum harus berdasarkan keilmuan atau harus menguasai bidang-bidang keilmuan. Seperti: Ilmu Qur’an, Ilmu Fiqh, Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Bahasa, dan lain sebagainya. Semua itu adalah Ilmu pendukung dalam menetapkan sebuah hukum.








                                         DAFTAR PUSTAKA

Djalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Gugie Ilmu, 2009.
Ibnu. Nasikh Mansukh. Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Mansyhur, Kahar. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.
 Ulumul Qur’an (Surabaya: Gugie Ilmu, 2009 ), 105.
Ibnu Jauzi, An-Nasikh Wal Mansukh (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002),  27.
Kahar Mansyhur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an  (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004), 137.